Minggu, 20 April 2008

Nursanita Nasution, Itu Karena Mereka Kurang Paham

www.niriah.com
Oleh ISM
05 Februari 2008


Nursanita Nasution namanya. Ibu tujuh anak, istri dari Arlin Salim, ini adalah anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera. Komentarnya seputar perbankan syariah dan sukuk negara kerap dikutip oleh media, terutama ketika ia menjadi Anggota Pansus RUU Perbankan Syariah di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kini, setelah ia pindah ke Komisi VI, wartawan masih saja meminta pendapatnya. Tak terkecuali saat media memberitakan sikap Fraksi Partai Damai Sejahtera DPR yang menolak pembahasan RUU Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Padahal pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM) sudah disepakati pemerintah dan DPR, panitia kerja (panja) untuk membahas DIM juga sudah dibentuk.

FPDS, seperti disampaikan juru bicaranya Retna Situmorang, menilai penerbitan dua UU tentang ekonomi syariah itu bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dua UU itu juga dinilai tidak akan membawa bangsa ini menuju kesejahteraan dan kemajuan.

Apa komentar Nursanita mengenai hal tersebut? "Itu lebih dari sisi karena mereka kurang paham akan ke mana arah UU tersebut. Saya kira sangat tidak tepat sekali, kalau mereka mengatakan ini atas dasar agama," ujarnya kepada wartawan sebuah media online yang mewawancarainya.

Pertengahan tahun lalu, dalam kesempatan silaturrahim di kantornya di gedung DPR, Nursanita mengeluhkan lemahnya pemahaman anggota DPR tentang perbankan syariah. Ia lantas mencontohkan bagaimana para wakil rakyat mencoba memahami istilah-istilah perbankan syariah yang semuanya berbahasa Arab. "Itu takes time. Mereka ingin tahu secara detail sehingga kaya kuliah saja," katanya.

Itu merupakan salah satu alasan, kata Nursanita, mengapa pembahasan RUU Perbankan Syariah di DPR molor hingga tiga tahun. "Selain karena jadwal Komisi yang padat dan lebih mementingkan RUU Pajak," tambahnya.

Pembahasan RUU Perbankan Syariah, katanya, baru lima puluh persen diselesaikan. Ia menyebutkan poin bersifat teknis yang krusial, yang masih dibahas antara lain terkait dengan Dewan Pengawas Perbankan, yang harus ada kaitannya dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), serta masalah komisaris apakah harus berdiri sendiri, atau ada hubungan dengan syariah.

Sedangkan terkait RUU SBSN, Nursanita melihat masih ada beberapa masalah. "Saat ini, seluruh Surat Utang Negara (SUN) dikelola oleh Departemen Keuangan (Depkeu). Meski demikian, masih banyak problem utang bersumber SUN yang belum terselesaikan," ujarnya.

Sebagai mantan anggota Komisi XI yang membidangi masalah Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Nursanita mengusulkan agar sukuk negara dikelola oleh lembaga terpisah yang ditunjuk pemerintah. Pengelolaan SBSN oleh lembaga terpisah, menurutnya, mendukung efektivitas penerbitan dan pengelolaan sukuk.

Nursanita juga menyoroti masalah inventarisasi aset pemerintah yang dijaminkan (underlying assets). Ia menilai inventarisasi aset negara oleh pemerintah dinilai kurang rapi. Padahal underlying assets sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan investor.

Namun demikian ia optimistis pembahasan RUU SBSN akan berjalan cepat. Nursanita memprediksi pembahasan RUU ini rampung paling lambat akhir musim sidang keempat Mei-Juli tahun ini. "Saya kira akan cepat pembahasannya. Terlebih RUU ini inisiatif pemerintah. Biasanya lebih cepat," kata dia.

Tidak ada komentar: